Tanggalan Hijriyah
Nama-nama Bulan pada Sistem Penanggalan/Kalender Hijriah
1. Muharram
2. Safar
3. Rabiul awal
4. Rabiul akhir
5. Jumadil awal
6. Jumadil akhir
7. Rajab
8. Sya’ban
9. Ramadhan
10. Syawal
11. Dzulkaidah
12. Dzulhijjah
Nama-nama Bulan pada Sistem Penanggalan/Kalender Hijriah
1. Muharram
2. Safar
3. Rabiul awal
4. Rabiul akhir
5. Jumadil awal
6. Jumadil akhir
7. Rajab
8. Sya’ban
9. Ramadhan
10. Syawal
11. Dzulkaidah
12. Dzulhijjah
Kalender Hijriyah atau
Kalender Islam (التقويم الهجري; at-taqwim al-hijri), adalah kalender yang
digunakan oleh umat Islam. Kalender Hijriyah menggunakan sistem kalender lunar
(komariyah). Kalender ini berdasarkan pada hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah
ke Madinah pada tahun 622 M. Awal bulan ditandai dengan munculnya hilal. Jumlah
harinya berselang-seling antara 29 dan 30, sehingga satu tahun terdiri dari 354
hari atau 11 hari lebih cepat dari kalender syamsiyah yang setahunnya 365 hari.
Agar
kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada
awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun ada 7 tahun yang jumlah
bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini
disebut nasi’ yang ditambahkan pada akhir tahun sesudah Dzul-Hijjah.
Ternyata,
tidak semua kabilah di Semenanjung Arabia sepakat mengenai tahun-tahun mana
saja yang mempunyai bulan nasi’. Masing-masing kabilah seenaknya menentukan
tahun yang mempunyai bulan nasi’ tsb. Satu kabilah menentukan bahwa tahun tsb
mempunyai 13 bulan (mempunyai bulan nasi’) sementara kabilah yang lain
menentukan bahwa tahun tsb mempunyai 12 bulan.
Lebih celaka lagi jika suatu kaum memerangi kaum lainnya pada bulan Muharram (bulan terlarang untuk berperang) dengan alasan perang itu masih dalam bulan nasi’, belum masuk Muharram, menurut kalender mereka. Akibatnya, masalah bulan interkalasi ini banyak menimbulkan permusuhan di kalangan masyarakat Arab.
Lebih celaka lagi jika suatu kaum memerangi kaum lainnya pada bulan Muharram (bulan terlarang untuk berperang) dengan alasan perang itu masih dalam bulan nasi’, belum masuk Muharram, menurut kalender mereka. Akibatnya, masalah bulan interkalasi ini banyak menimbulkan permusuhan di kalangan masyarakat Arab.
Hal
inilah yang menjadi sebab turun Surat At Taubah ayat 37, yaitu:
Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah atsar melalui Abu Malik yang menceritakan, bahwa pada zaman jahiliah orang-orang menjadikan satu tahun menjadi tiga belas bulan. Maka mereka menjadikan bulan Muharam sebagai bulan Shafar, sehingga mereka menghalalkan banyak hal yang diharamkan pada bulan Muharam tersebut. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu adalah menambahkan kekafiran.” (Q.S. At-Taubah : 37).
Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah atsar melalui Abu Malik yang menceritakan, bahwa pada zaman jahiliah orang-orang menjadikan satu tahun menjadi tiga belas bulan. Maka mereka menjadikan bulan Muharam sebagai bulan Shafar, sehingga mereka menghalalkan banyak hal yang diharamkan pada bulan Muharam tersebut. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu adalah menambahkan kekafiran.” (Q.S. At-Taubah : 37).
Dengan
turunnya wahyu Allah di atas (Q.S. At-Taubah : 36-37), Nabi Muhammad s.a.w.
menetapkan bahwa kalender Islam tidak lagi bergantung kepada perjalanan
matahari atau menggunakan kalender bulan (khomariyah) murni tanpa adanya
penyesuaian dengan kalender matahari (syamsiyah) atau dengan menghilangkan
tradisi penambahan bulan ke-13 atau bulan nasi’. Meskipun demikian, nama-nama
bulan dari Muharram sampai Dzul-Hijjah tetap digunakan karena sudah populer
pemakaiannya.
Penentuan
Tahun Satu Hijriah
Pada masa Nabi Muhammad s.a.w., penyebutan tahun berdasarkan suatu peristiwa yang dianggap penting pada tahun tersebut. Misalnya, Nabi Muhammad s.a.w. lahir tanggal 12 Rabi’ul-Awwal Tahun Gajah (‘Am al-Fil), sebab pada tahun tersebut pasukan bergajah Raja Abrahah dari Yaman berniat menyerang Ka’bah.
Pada masa Nabi Muhammad s.a.w., penyebutan tahun berdasarkan suatu peristiwa yang dianggap penting pada tahun tersebut. Misalnya, Nabi Muhammad s.a.w. lahir tanggal 12 Rabi’ul-Awwal Tahun Gajah (‘Am al-Fil), sebab pada tahun tersebut pasukan bergajah Raja Abrahah dari Yaman berniat menyerang Ka’bah.
Ketika
Nabi Muhammad s.a.w. wafat tahun 632 H, kekuasaan Islam baru meliputi
Semenanjung Arabia. Tetapi pada masa Khalifah Umar bin Khattab (634-644)
kekuasaan Islam meluas dari Mesir sampai Persia.
Pada
tahun 638, Gubernur Irak Abu Musa al-Asy’ari berkirim surat kepada Khalifah
Umar di Madinah, yang isinya antara lain: “Surat-surat kita memiliki tanggal
dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Sudah saatnya umat Islam membuat tarikh
sendiri dalam perhitungan tahun.”
Khalifah
Umar bin Khattab menyetujui usul gubernurnya ini.
Maka
dibentuklah panitia yang diketuai Khalifah Umar sendiri dengan anggota enam
Sahabat Nabi terkemuka, yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman
bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Talhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam.
Mereka bermusyawarah untuk menentukan Tahun 1 (Tahun Pertama) dari kalender
yang selama ini digunakan tanpa angka tahun.
Ada yang
mengusulkan perhitungan dari tahun kelahiran Nabi (‘Am al-Fil, 571 M), dan ada
pula yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama (‘Am al-Bi’tsah,
610 M). Dan pada akhirnya, panitia menyepakati usulan dari Ali bin Abi Thalib,
yaitu tahun berhijrahnya kaum Muslimin dari Mekah ke Madinah (‘Am al-Hijrah,
622 M).
Maka, Khalifah Umar bin
Khattab mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi adalah Tahun Satu, dan
sejak saat itu kalender umat Islam disebut Tarikh Hijriah. Tanggal 1 Muharram 1
Hijriah bertepatan dengan 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622 Masehi). Tahun
keluarnya keputusan Khalifah itu (638 M) langsung ditetapkan sebagai tahun 17
Hijriah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar